Pages

Subscribe:

Labels

Selasa, 01 Mei 2012

TUGAS BAB I (NKRI)

Proklamasi Kemerdekaan dan Terbentuknya Negara Republik Indonesia

Setiap bangsa berhak menentukan nasibnya sendiri. Setiap bangsa berhak pula mengatur segala aspek kehidupan ketatanegaraannya. Namun, hal ini hanya berlaku pada Negara yang telah bebas dan merdeka. Sebaliknya, bangsa-bangsa yang terjajah tidak akan mungkin mewujudkan harapannya. Hal ini dikarenakan hak kemerdekaannya telah dirampas oleh Negara imperialis-kolonialis. Oleh karena itu, perjuangan melawan segala bentuk penjajahan menjadi isyarat munculnya keinginan untuk merdeka. Bangsa Indonesia merupakan satu diantara beberapa Negara di kawasan Asia yang secara terus-menerus menggemakan pahlawan terhadap penjajah.

A. Kaitan Antara Tersiarnya Berita Kekalhan Jepang dan Kegiatan Para Pejuang di Jakarta

Pada awalnya Jepang mendug kekuatan Amerika Serikat telah lumpuh sesuai pangkalan laut Pearl Harbour dihancurkan. Akan tetapi, ternyata dalam waktu singkat Amerika Serikat dan sekutunya banghkit kembali guna menyusun kekuatan baru di Australia. Oleh karena itu, ketika Jepang berusaha menguasai Australia, sekutu berhasil memukul mundur kekuatan Jepang dalm pertempuran di Laut Karang pada 7 Mei 1942.

Sejak pertempuran tersebut, kedudukan Jepang di Indonesia menjadi terancam. Jepang kemudian memandang perlu untuk mengikutsertakan kekuatan pribumi dalam setiap peperangan yang melibatknnya. Jepang berusaha memikat rakyat Indonesia agar mau membantunya dalam Perang Asia Timur Raya. Sebagai perwujudannya, Jepang membentuk beberapa kesatuan militer dan semi militer, seperti Heiho, Peta, Seinendan, Keibodan, dan Fujinkai. Agar bangsa Indonesia semakin bersimpati, pada 7 September 1944 Perdana Menteri Koiso mengeluarkan janji kemerdekaan. Dalam pidatonya didepan parlemen jepang, Koiso menjanjikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia dikemudian hari.

Pada 29 April 1945 Jepang menyetujui terbentuknya Dokuritsu Jumbi Cosakai(BPUPKI) sebagai awal realisasi janji kemerdekaan. Jepang mengumumkan terbentuknya badan ini bersamaan dengan hari kelahiran kasisarnya. Badan yang diketuai dr. Radjiman Wediodiningrat ini mempunyai tugas utama, mempelajari dan menyusun rencana pembangunan perintahan Indonesia merdeka. Sejalan dengan peristiwa itu, kedudukan Jepang di berbagai front pertempuran di Asia Pasifik semakin terdesak Sekutu. Untuk merealisasikan bantuan dari rakyat Indonesia dan memperkuat janji kemerdekaan, pada akhir Juli 1945 Jepang mengadakan rapat di Singapura. Dalam rapat itu diputuskan bahwa kemerdfekaan Indonesia akan diberikan pada 7 September 1945.

Pada 7 Agustus 1945 panglima tentara Jepang di Asia Tenggara, Jenderal Terauchi menyetujui pembentukan Dokuritsu Jumbi Inkai(PPKI). Badan ini dibentuk sebagai pengganti BPUPKI yang dianggap telah selesai menjalankan tugasnya. Badan ini bertugas menyiapkn segala sesuatu yang berkaitan dengan pemindahan kekuasaan dari pihak pemerintah Jepang kepada bangsa Indonesia. Jenderal Terauchi kemudian memanggil tiga tokoh PPKI ke markas besarnya di Dalat, Vietnam Selatan pada 9 Agustuss 1945. Ketiga tokoh tersebut ialah Ir. Soekarno, Drs. Mohommad Hatta, dan dr. Radjiman Wediodiningrat. Kehadiran mereka di Dalat berkenaan dengan pelantikan PPKI secara simbolis. Tiga hari sesudah pertemuaan itu, Jenderal Terauchi memberitakan bahwa kekaisaran Jepang telh memutuskan untuk memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia.

Soekarno dan kawan-kawan pulang ke tanah air pada 14 Agustus 1945. Sebelum tiba di tanah air, mereka singgah di Singpura dan sempat bertemu tokoh-tokoh PPKI dari Sumatera, seperti Moh. Amir, Teuku Hasan, dan Abdul Abbas. Dalm pertemuaan singkat itu mereka sama-sama memperkirakan kekalahan Jepang akan terjadi dalam waktu relative singkat. Dugaan para tokoh pejuang tersebut ternyat benar. Pada 6 dan 9 Agustus 1945 Amerika Serikat telah menjatuhkan bom atom di Hirosima dan Nagasaki. Ribuan rakyat Jepang tewas dalam peristiwa tersebut dan berbagai fasilitas kehidupan di kedua kota itu mengalami rusak berat.

Pengeboman kedua kota itu rupanya membuat Jepang mengajukan permintaan damai pada 10 Agustus 1945. Namun, permintaan ini ditolak sekutu. Pihak sekutu hanya mau menerima penyerahan tanpa syarat dari Jepang. Berita permintan Jepang itu ternyata didengar oleh Sutan Sjahrir dari radio gelapnya. Oleh karena itu, begitu Soekarno-Hatta tiba di tanah air, Sjahrir mendesak kedua pemimpin bangsa tersebut untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Soekarno-Hatta belum dapat menanggapi desakan itu. Mereka berdalih, berita kekalahan Jepang masih simpang-siur. Selain itu, mereka juga menyadari bahwa kekuatan Jepang di Indonesia masih kuat dan utuh.

Sesudah Jepang mnyerah tanpa syart kepada sekutu pada 14 Agustus 1945, Indonesia berada dalam keadaan vacuum of power(kosong kekuasaan). Artinya, pada saat itu tidak ada satu pun pemerintahan yang berkuasa di Indonesia. Jepang telah menyatakan kalah kepada Sekutu, sedangkan pihak sekutu sebagai pemenang perang belum sempat menggantikan kedudukn Jepang di Indonesia.

Dalam situasi seperti itu, para tokoh pejuang kemudian melakukan berbagai kegiatan utnuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Beberapa pertemuan para tokoh pejuang di Jakarta berhasil merumuskan langkah-langkah penting dalam mempersiapkan dan menyongsong kemerdekaan Indonesia. Kegiatan yang diadakan pada saat itu meliputi hal berikut:
1. Menentukan saat yang tepat untuk memproklamasikan kemerdekaan,
2. Menentukan tokoh yang akan memproklamasikan kemerdekaan,
3. Menyusun teks proklamasi,
4. Menentukan bentuk pelaksanaan proklamasi yang tepat, dan mempersiapkan perlengkapan Negara yang kelak diperlukan.

B. Peristiwa Menjelang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Ketika kekosongan kekuasaan terjadi, para tokoh pejuang berbeda pendapat menyangkut pelaksanaan waktu proklamasi. Berkenaan dengan hal itu, muncul beberapa pendapat yang menjadikan timbulnya pemisahan antara kelompok pejuang tua dan muda. Tokoh golongan tua antara lain adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. Achmad Soebardjo, Mr. Moh. Yamin, dr. Buntarn, dr. Samsi, dan Mr. Iwa Kusumasumantri. Sebaliknya, B.M. Diah Sukarni, Yusuf Kunto, dr. Muwardi, Wikana, Sayuti Melik, Adam Malik, dan Chaerul Saleh dianggap mewakili golongan muda.

Golongan tua bersikap amat hati-hati dalm mencermati masa vacuum of power. Merek berpendapat bahwa kemerdekaan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perjanjian dengan Jepang. Bagi golongan tua, pembicaraan tentang proklamasi kemerdekaan hanya dimungkinkn apabila dalam wadah PPKI. Melalui cara ini proklamasi kemerdekaan tidak akan menimbulkan pertumpahan darah. Golongan tua menyadari, kekuatan jepang di Indonesia masih sangat kuat dan utuh. Selain itu, mereka juga mengetahui bahwa Jepang diberi tugas oleh sekutu untuk mempertahankan status quo Indonesia.

Sebaliknya, golongan muda bersikap amat agresif. Mereka menginginkan proklamasi kemerdekaan secepatnya dilaksanakan sebelum sekutu mengambillih kekuasaan dari Jepang. Para pemuda menginginkan pelaksanaan proklamasi kemerdekaan lepas dari Jepang. Para pemuda menginginkan pelaksanaan proklamasi kemerdekaan lepas dari pengaruh Jepang. Kemerdekaan Indonesia harus diusahakan sendiri, bukan sebagai hadiah dari Jepang. Oleh karena itu, golongan muda tidak menyukai keterlibatan PPKI yang dianggapnya sebagai buatan Jepang. Kendati demikian, dianta kedua golongan sepakat untuk menetapkan tokoh yang pantas mendapat tugas memproklamasikan kemerdekaan. Mereka mempercayakan Soekarno Hatta dianggap memiliki wibawa yang tinggi di mata golongan tua dan muda. Kedua tokoh ini memiliki kepiawaian diplomasi sehingga dapat menarik simpati perwira-perwira Jepang dalam mendukung kemerdekaan Indonesia.

Kedua golongan memang memiliki sikap yang berbeda dalam menenukan saat yang tepat untuk memproklamasikan kemerdekaan. Akan tetapi, perbedaan sikap ini tidak menghambat perjuangan diantara keduanya. Meskipun demikian, perbedaan di antara keduanya sempat menajam ketika masing-masing bersikeras dengan kehendaknya. Peristiwa Rengasdengklok adalah bukti bahwa dua kekuatan yang pernah berjuang dalam proklamasi kemerdekaan sempat berselisih paham saat mewujudkan cita-cita bangsa.

1. Peristiwa Rengasdengklok

Seiring dengan menyerahnya Jepang kepada sekutu, para pemuda dipimpin Chaerul Saleh melakukan pertemuan di salah satu ruangan Lembaga Bakteriologi di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta. Pertemuan yang berlangsung pada 15 Agustus 1945 pukul 20.00 ini menghasilkan keputusan yaitu
a. Mendesak Soekarno-Hatta untuk memproklamsikan kemerdekaan pada hari itu juga,
b. Menunjuk Wikana, Darwis, dan Subadio Sastrosatomo untuk menemui Soekarno-Hatta dan menyampaikan keputusan rapat dengan catatan, kemerdekaan tidak diproklamsikan melalui PPKI, serta
c. Membagi tugas kepada para mahasiswa, pelajar, dan pemuda Jakarta untuk merebut kekuasaan dari tangan Jepang.

Sesuai keputusan rapat, pada sekitar pukul 22.00 WIB. Wikana dan kawan-kawan menemui Ir. Soekarno di kediamannya Jalan Pegangsaan Timur no. 56 Jakarta. Pada pertemuan tersebut, Wikana menyampaikan bahwa rapat telah menentukan, kemerdekaan harus segera diproklamasikan oleh Soekarno pada 16 Agustus 1945. Jika keinginan tersebut tidak dilaksanakan, Wikana memberitahukan kemungkinan terjadinya pertumpahan darah. Mendengar pernyataan yang bernada mengancam itu, Soekarno menjadi marah. Dengan serta merta, ia menolak permintaan dan tuntuan golongan muda tersebut.

Para pemuda tidak putus asa atas penolakan itu. Mereka kemudian melaksanakan pertemuan kembali di Asrama Baberpi di Jalan Cikini No. 71 Jakarta. Rapat tersebut dilangsungkan pada pukul 24.00. Diakhir rapat diputuskan bhwa mereka harus membawa Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok. Tujuannya adalah untuk menjauhkan kedua tokoh pejuang tersebut dari tekanan dan pengaruh Jepang.
Sesuai rencana, pada 16 Agustus 1945 pukul 04.00 Soekarno dan Hatta dibawa para pemuda ke Rengasdengklok dipimpin oleh Syodanco Singgih. Kepada Soekarno-Hatta para pemuda menyampaikan alas an bahwa semangat rakyat akan kemerdekaan yang begitu melup akan dapat mengancam Soekarno-Hatta apabila masih berada di Jakarta. Setelah melalui perdebtan, kedua tokoh tersebut menerima alas an yang dikemukakan para pemuda.

Berangkatlah Soekarno beserta Ibu Fatmawati dan Guntur (puteranya yang masih bayi) dalam satu mobil. Moh. Hatta dan para pengawalnya berada didalam mobil lainnya. Supaya keberangkatan mereka tidak dicurigai Jepang, Soekarno-Hatta dan para pengawalnya mengenakan pakaian seragam Peta dengan mengendarai kendaraan militer.

Sehari penuh Soekarno-Hatta berada di Rengasdengklok. Para pemuda menekan mereka berdua supaya melaksanakan proklamasi yang lepas dari kaitan Jepang. Namun, keinginan mereka tidak terlaksana karena wibawa kedua tokoh tersebut cukup besar. Para pemuda amat segan untuk melakukan penekanan secara terus-menerus. Menyikapi situasi seperti itu, Syodanco Singgih berusaha melakukan pembicaraan kembali dengan Soekarno. Dalam suasana tegang, akhirnya Soekarno menyetujui proklamasi dakan diucapkan tanpa campur tangan Jepang. Soekarno menyatakan kesediannya apabila sudah berada kembali di Jakarta. Betapa gembira para pemuda mendengar pernyataan itu. Syodanco Singgih menyalami Soekarno. Para pemuda segera merencanakan untuk kembali ke Jakarta. Mereka hendak menyampaikan rencana proklamasi kepada kawan-kawannya.

Pada saat yang sama, di Jkarta dilangsungkan pertemuan antara golongan tua yang diwakli Mr. Achmad Soebardjo dan golongan muda yang diwakili Wikana. Dalam pertemuan ini disepakati bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia harus dilakukan di Jakarta. Atas dasar kesepakatan itu, Achmad Soebardjo segera menjemput Soekarno-Hatta di Rengasdengklok. Keberangkatan mereka diantar Yusuf Kunto sebagai wakil pemuda dan Sudiro selaku sekretaris pribadinya. Mereka tiba di Rengasdengklok pada pukul 17.30 WIB. Dalam pertemuan dengan para pemuda di Rengasdengklok, Achmad Soebardjo member jaminan dengan taruhan nyawanya bahwa proklamsi kemerdekaan akan dilaksanakan pada 17 Agustus 1945. Atas jaminan itu, para pemuda kemudian bersedia melepaskan Soekarno-Hatta kembali ke Jakarta.

2. Perumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan

Rombongan Soekarno-Hatta tiba kembali di Jakarta sekitar pukul 23.00 WIB pada 16 Agustus 1945. Semula tempat yang dituju adalah Hotel des Indes (Duta Indonesia). Namun, tidak jadi karena pihak hotel tidak mengizinkan kegiatan apapun selepas pukul 22.30 WIB. Di hotel yang terletak di Jalan Gajah Mada ini, pada pagi sebelumnya juga telah direncanakan pertemuan anggota PPKI, tetapi pihak Jepang melarangnya.

Dalam keadaan demikian, Achmad Soebardjo berhasil meminjam tempat seorang perwira angkatan laut Jepang yang bersimpati kepada bangsa Indonesia, yaitu Laksamana Maeda. Rombongan Soekarno kemudian berangkat ke Myakodori(Nassau Boulevard) di Jalan Imam Bonjol no. 1 Jakarta. Di rumah Maeda ini dilangsungkanlah pertemuan anggota PPKI dan para pemuda untuk membahas persiapan proklamsi kemerdekaan.

Di ruang makan, dirumuskan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Maeda sebagai tuan rumah tidak ikut campur tangan dan lebih memilih pergi ke kamar tidurnya di lantai dua. Tiga eksponen pemuda, yaitu Sukarni, Sudiro, dan B.M. Diah menyaksikan Soekarno, Moh. Hatta, dan Achmad Soebardjo membahas perumusan naskah proklamasi. Tokoh-tokoh lainnya menunggu di serambi muka rumah itu.

Acara perumusan naskah proklamasi berjalan lancer. Tidak ditemukan kesulitan untuk menemukan rumusan yang tepat. Kalimat pertama rumusan itu merupakan buah pikir dari Soekarno dan Achmad Soebardjo yang diambil dari teks Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, sedangkan kalimat terakhir merupakan sumbangan pikiran Moh. Hatta.

Setelah naskah proklamasi selesai dirumuskan, rombongan menemui hadirin di serambi muka. Pada pukul 04.00 WIB. Soekarno membacakan rumusan nasakah proklamasi kemerdekaan yang langsung disetujui oleh hadirin. Namun, kemudian timbul persoalan tentang siapa yang harus menandatangani teks itu. Soekarno-Hatta menyarankan agar mereka yang hadir menandatangani naskah proklamasi selaku wakil-wakil bangsa Indonesia. Usul itu tidak disetujui oleh sebagian besar hadirin. Sukarni lantas mengusulkan agar yang manandatangani naskah proklamasi cukup dua orang saja, yakni Soekarno dan Hatta. Mereka ditunjuk sebagai wakil dan atas nama bangsa Indonesia karena kedua tokoh tersebut dikenal sebagai pemimpin utama bangsa. Para tokoh yang hadir akhirnya menyetujui usulan Sukarni.

Dengan disetujuinya usulan Sukarni, Soekarno meminta kepada Sayuti Melik untuk mengetik naskah itu berdasarkan tulisan tangan Soekarno. Setelah naskah proklamasi ditandatangani Soekarno-Hatta, muncul persoalan mengenai tempat dibacakan naskah proklamasi. Sukarni memberitahukan bahwa rakyat Jakarta dan sekitarnya telah diserukan berkumpul di Lapangan Ikada untuk mendengarkan pembacaan naskah proklamasi. Kan tetapi, Soekarno tidak menyetujuinya. Soekarno khawatir akan timbul bentrokan antara rakyat dengan penguasa militer Jepang. Ia lalu mengusulkan agar pembacaan naskah proklamasi dilakukan dirumah kediamannya. Ia memiliki halaman yang cukup luas untuk ratusan orang. Usul ini disetujui sehingga pembacaan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia akhirnya akan berlangsung di Jalan Pegangsaan Timur no. 56 Jakarta pada hari Jum’at 17 Agustus 1945.

C. Pernyataan Proklamasi dan Penyebarluasan Berita tentang Kemerdekaan Indonesia

Para tokoh pejuang kemerdekaan berhasil merampungkan pekerjaan mempersiapkan proklamasi kemerdekaan Indonesia kira-kira pukul 04.30 WIB. Tokoh-tokoh dari golongan tua dan muda meninggalkan kediaman Laksamana Maeda dengan diliputi perasaan bangga dan gembira. Mereka pulang ke rumah masing-masing. Namun, banyak pula pemuda yang tidak langsung pulang ke rumahnya. Mereka membagi pekerjaan dalam kelompok-kelompok untuk memberitahkan saat proklamasi tiba.

Kelompok pemuda yang bermarkas di Jalan Bogor Lama berusaha untuk mencari dan mengatur pelaksanaan penyiaran berita proklamasi. Dalam situasi yang mencengkam, mereka menyebarluaskan beberapa pamphlet ke seluruh tempat di Jakarta dan sekitarnya. Pengeras suara dan mobil-mobil dikerahkan ke segenap penjuru kota. Semua itu dilakukan untuk mengerahkan massa agar ikut menyaksikan pembacaan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur no. 56 Jakarta.

Akan tetapi, tanpa diduga siapa pun, sejak pagi hari berbondong-bondong beberapa kelompok pemuda membanjiri Lapangan Ikada. Para pemuda dating ke Lapangan Ikada karena informasi dari kawan-kawannya yang disampaikan dari mulut ke mulut. Mereka menyangka proklamasi akan diucapkan di Lapangan Ikada. Rupanya, pihak Jepang pun telah mencium isu akan adanya kegiatan di Lapangan Ikada. Rupanya, pihak Jepang pun telah mencium isu akan adanya kegiatan di Lapangan Ikada. Akibatnya, sejak pagi hari Lapangan Ikada dijaga ketat pasukan Jepang yang bersenjata lengkap.

Sudiro selaku pimpinan barisan pelopor hadir pula di Lapangan Ikada. Melihat pasukan Jepang di situ, ia segera kembali dan melapor kepada kepala keamanan Soekarno, dr. Muwardi tentang situasi di lapangan Ikada. Dari dr. Muwardi, Sudiro mendapat penjelasan bahwa pelaksanaan proklamasi tidak dilakukan di Lapangan Ikada. Sudiro segera kembali ke Lapangan Ikada untuk memberitahukan hal tersebut kepada kelompok-kelompok pemuda.

Di kediaman Ir. Soekarno, kesibukan tampak mewarnai rumah yang cukup luas tersebut. Sejak pagi sejumlah massa pemuda telah memadati halaman rumah. Rakyat di luar kota telah berdatangan dengan pakaian hitam-hitam dan bersenjatakan kelewang. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban jalannya proklamasi, dr. Muwardi meminta Syodanco Latief Hendraningrat berjaga-jaga disekitar kediaman Ir. Soekarno. Latief memenuhi permintaan itu. Ia dan beberapa prajurit Peta berjaga-jaga di sekitar jalan kereta api yang membujur di belakang rumah. Sejumlah pasukan Peta juga telah disiagakan di Asrama Jaga Monyet. Pasukan ini sewaktu-waktu dapat dihubungi melalui pesawa telepon apabila terjadi insiden oleh pihak Jepang. Syodanco Arifin Abdurrahman selaku pimpinan pasukan selalu siap siaga di dekat pesawat telepon di rumah Soekarno.

Persiapan peralatan yang diperlukan dalam pembacaan teks proklamasi dilakukan oleh Mr. Wilopo setelah mendapat perintah dari Wakli Walikota Jakarta Suwiryo. Ia meminjam mikrofon dan pengeras suara kepada Gunawan, pemilik took radio Satria di Salemba Tengah no. 24. Gunawan tidak keberatan meminjamkan peralatan tersebut dan bahkan ia mengirim seorang teknisinya. Sudiro memerintahkan kepada S. Suhud untuk menyiapkan satu tiang bendera. Sudud segera mencari tiang di belakang rumah. Ia mengambil sebatang bamboo, membersihkan, dan member lubang untuk memasukkan tali bendera. S. Suhud tidak ingat lagi bahwa sebenarnya di depan rumah ada dua tiang bendera dari besi yang tidak digunakan.

Menjelang pukul 10.00 hampir semua tokoh pejuang telah hadir di Pegangsaan Timur. Mereka antara lain adalah dr. Buntaran Marmoatmojo, Mr. A.A. Maramis, Mr. Latuharhary, Abikusno Cokrosuyoso, Anwar Cokroaminoto, Harsono Cokroaminoto, Otto Iskandardinata, Ki Hajar Dewantara, Sam Reatulangie, K.H. Mas Mansur, Mr. Sartono, Sayuti Melik, Pandu Kartawiguna, M. Tabrani, dan A.G. Pringgodigdo. Para pemuda yang sudah menunggu sejak pagi hari sudah tidak sabar lagi. Mereka kemudian mendesak dr. Muwardi agar mengingatkan Soekarno bahwa hari sudah siang. Muwardi terpaksa mendatangi Soekarno di kamarnya setelah mendapat desakan terus-menerus. Namun, permintaan itu ditolak Soekarno dengan alas an, proklamasi kemerdekaan tidak mungkin dibacakan tanpa kehadiran M. Hatta. Kendati demikian, Muwardi terus mendesak Soekarno. Mendapat desakan itu Soekarno menjawab keras, “Saya tidak akan membacakan proklamasi kalau Hatta tidak ada. Kalau Mas Muwardi tidak mau menunggu, silahkan membaca proklamasi itu sendiri!”.

Pada saat situasi seperti itu, terdengar suara Bung Hatta. Dengan berpakaian putih-putih, Hatta dating lima menit sebelum acara dimulai. Bung Hatta langsung menemui Soekarno. Segera sesudah itu, kedua tokoh bangsa tersebut kemudian menuju tempat yang telah disediakan.

Upacara proklamasi kemerdekaan berlangsung tanpa protocol. Latief Hendraningrat member aba-aba siap kepada seluruh barisan pemuda. Semua yang hadir berdiri tegak dengan sikap semupurna. Suasana menjadi sangat hening. Soekarno dan Hatta dipersilahkan maju beberapa langkah dari tempatnya semula. Soekarno mengucapkan pidato pendahuluan sebelum membacakan teks proklamasi kemerdekaan.

Saudara-saudara sekalian!
Saya telah minta Saudara hadir disini untuk menyaksikan suatu peristiwa maha penting dalam sejarah kita. Berpuluh-puluh tahun kita bansa Indonesia telah berjuan untuk kemerdekaan tanah air kita. Bahkan telah berates-ratus tahun. Gelombang aksi kita untuk mencapai kemerdekaan kita itu ada naiknya ada turunnya, tetapi kita tetap menuju kea rah cita-cita. Juga di dalam zaman Jepang ini tampaknya saja kita menyandarkan diri kepada mereka. Tetapi pada hakikatnya, tetap kita menyusun tenaga kita sendiri, tetap kita percaya kepada kekuatan sendiri. Sekarang tibalah saatnya kita di dalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri, akan dapat berdiri dengan kuatnya. Maka kami, tadi malam telah mengadakan musyawarah dengan pemuka-pemuka rakyat Indonesia dari seluruh Indonesia, permusyawaratan itu seia-sekata berpendapat, bahwa sekaranglah dating saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita.

Saudara-saudara!
Dengan ini kami menyatakan kebulatan tekad. Dengarkanlah proklamasi kami.



PROKLAMASI

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain, diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Jakarta, hari 17 bulan 8 tahun 45
Atas nama bangsa Indonesia
Soekarno-Hatta



Demikianlah Saudara-saudara!
Kita sekarang telah merdeka. Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita! Mulai saat ini kita menyusun negara kita! Negara merdeka, negara republik Indonesia merdeka, kekal dan abadi. Insya Allah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu.


Acara dilanjutkan dengan pengibaran sang saka merah puih. Soekarno dan Hatta maju beberapa langkah menuruni anak tangga terakhir dari serambi muka. Jarak antara kedua tokoh itu dengan tiang bendera kira-kira dua meter. Suhud segera mengambil bendera merah putih di atas baki yang telah disediakan. Ia mengikatkan bendera itu ke tali tiang bendera dengan bantuan Syodanco Latief Hendraningrat. Kedua orang ini menaikkan bendera merah putih secara perlahan-lahan.

D. Pengesahan UUD 1945, pemilihan dan Pengangkatan Presiden serta Wakil Presiden RI yang Pertama


Sehari sesudah proklamasi kemerdekaan, para tokoh pendiri RI disibukkan dengan kegiatan membentuk lembaga pemerintahan dan kenegaraan. Untuk keperluan tersebut perlu ditetapkan sebuah UUD sehingga lembaga pemerintahan dan kenegaraan yang baru terbentuk akan memiliki pedoman kerja yang terarah.

Sesudah proklamasi kemerdekaan, bangsa Indonesia memang belum memiliki UUD, presiden dan wakilnya, serta perangkat lembaga pemerintahan lain. Untung BPUPKI jauh-jauh hari telah mempersiapkan dan bahkan tinggal dirampungkan oleh PPKI. Lembaga PPKI yang pada saat itu menjadi satu-satunya organisasi tertinggi yang dimiliki bangsa Indonesia kemudian melakukan siding-sidang. Pada 18 Agustus 1945 PPKI melksanakan siding yang pertama dengan menghasilkan keputusan sebagai berikut.
1. Mengesahkan dan menetapkan UUD negara RI, yang kemudian dikenal sebagai UUD 1945.
2. Memilih dan menetapkan Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Mohammad Hatta sebagai wakil presiden.
3. Sebelum terbentuknya MPR, pekerjaab presiden untuk sementara waktu dibantu oleh sebuah Komite Nasional.

1. Pengesahan UUD 1945

UUD (konstitusi) merupakan peraturan negara tertinggi yang memuat ketentuan-ketentuan pokok dan menjadi sumber dari perundang-undangan lain yang dikeluarkan oleh negara. UUD disusun untuk mengatur kehidupan bermasyarakat berbangsa, dan bernegara.

UUD merupakan hokum dasar tertulis. Hukum dasar tertulis di Indonesia dirancang oleh BPUPKI dalam sebuah Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Pekerjaan tersebut kemudian dirampungkan dan disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945.

UUD 1945 diumumkan dalam berita RI tahun ke- 2 Nomor 7 Tahun 1946. Sistematika UUD 1945 terdiri atas berikut ini.
a. Pembukaan (mukadimah) yang meliputi empat alinea (paragraf).
b. Batang Tubuh UUD yang merupakan isi dan terdiri dari 16 bab, 37 pasal, 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan.
c. Penjelasan UUD yang terdiri dari penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal.

Sebelum PPKI mengesahkan UUD 1945, Soekarno dan Hatta menugaskan Ki Bagus Hadikusumo, K. H. Wachid Hasyim, Mr. Kasman Singo dimedjo, dan Mr. Teuku Mohammad Hassan untuk membahas rancangan Pembukaan UUD tersebut dinamakan sebagai Piagam Jakarta. Namun, rancangan tersebut telah menimbulkan keberatan dari sejumlah pihak karena adanya satu kalimat yang dianggap dapat merintangi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa. Kalimat tersebut adalah “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Selama 15 menit mereka membahas persoalan tersebut. Akhirnya, mereka kemudian bersepakat untuk menghilangakn kalimat itu. Mereka mengganti dengan kalimat “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Setelah PPKI berhasil mengesahkan UUD 1945, Ir. Soekarno lalu mengeluarkan pernyataan, “Dengan ini tuan-tuan sekalian, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia serta peraturan peralihan telah sah ditetapkan. Dengan demikian pada tanggal 18 Agustus 1945 bangsa Indonesia memperoleh landasan kehidupan bernegara, yang meliputi dasar negara yakni sebuah Undang-Undang Dasar yang kita kenal dengan nama Undang-Undang Dasar 1945”.

2. Pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden

Sebuah negara dapat berdiri apabila memenuhi syarat-syarat, yakni
a. Ada wilayahnya,
b. Ada rakyatnya,
c. Ada pemerintahan yang berdaulat, dan
d. Mendapat pengakuan dari negara-negara lain.

Dalam suatu negara, keberadaan kepala negara dan kepala pemerintahan mutlak diperlukan untuk mengepalai negara dan menjalankan roda pemerintahan. Sesuai dengan Pasal 4 Ayat 1 UUD 1945, pemimpin pemerintahan di Indonesia dipegang oleh seorang presiden. Dalam negara republic yang menganut sistem cabinet presidensial, kekuasaan kepala negara dan kepala pemerintahan dipegang oleh seorang presiden.

Pemilihan presiden dan wakli presiden pertama kali dilakukan oleh PPKI. Hal ini sejalan dengan ketentuan pada Pasal 3 Aturan Peralihan UUD 1945. Dalam siding pertama PPKI, Otto Iskandardinata mengusulkan pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan secara aklamasi. Usul ini disetujui anggota PPKI sehingga PPKI kemudian memilih dan menetapkan Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs. Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden RI. Ketokohan kedua orang ini dinilai tidak ada bandingannya saat itu sehingga pemilihan dan penetapan presiden dan wakil presiden dilakukan secara aklamasi.

Sumber : Yudhistira

Mohon maaf apabila banyak kesalahan dalam tulisan tersebut, terimakasih.

4 komentar: